“Setiap ibu butuh waktu untuk dirinya sendiri, bahkan yang sedang menyusui sekalipun.”
Pernah dengar kalimat ini? Banyak ibu berpikir itu mustahil.
Mana mungkin bisa me time, kalau bayi terus nempel 24 jam?
Tapi ternyata bisa kok! Me time nggak harus mahal, nggak perlu ke spa, dan nggak butuh ninggalin rumah berjam-jam.
Cukup dengan 15–30 menit yang berkualitas, ibu bisa recharge tenaga dan menjaga kewarasan.
Artikel ini membagikan 7 ide me time yang ringan dan realistis khusus buat ibu menyusui.
Semuanya bisa dilakukan di rumah, tanpa perlu drama, tanpa harus merasa bersalah!
Kenapa Me Time Penting untuk Ibu Menyusui?
Begitu jadi ibu, terutama ibu menyusui, banyak wanita menganggap semua waktu harus dipersembahkan untuk si kecil.
Bahkan saat ke kamar mandi pun, mereka sering merasa bersalah kalau bayi lagi rewel.
Tapi kenyataannya, semua ibu juga butuh jeda. Bukan karena egois, tapi karena mereka manusia.
Me time itu bukan soal kabur dari tanggung jawab. Tapi soal menjaga kewarasan.
Bayangkan menyusui tiap 2 jam sekali, kurang tidur, belum lagi pekerjaan rumah tangga yang nggak ada habisnya.
Lama-lama, kepala rasanya penuh. Pernah suatu malam, saya cuma nangis di dapur sambil makan roti tawar dingin.
Saat itu saya sadar, saya lelah, bukan cuma fisik, tapi juga mental.
Me time memberi ruang untuk menyegarkan pikiran.
Kadang cukup 10 menit duduk di teras sambil ngopi, tanpa distraksi.
Kadang saya putar lagu lawas favorit dan pura-pura lagi konser (ya, sambil nyanyi pelan-pelan karena bayi tidur).
Ajaibnya, setelah itu saya merasa lebih tenang dan bisa menyusui dengan hati yang lebih ringan.
Untuk diketahui, me time juga bentuk self-love.
Saat kita menyisihkan waktu untuk diri sendiri, itu artinya kita menghargai diri, bukan mengabaikan anak.
Justru dengan menjaga diri sendiri, saya bisa lebih sabar saat menghadapi bayi yang kolik atau susah tidur.
Itu karena kebahagiaan ibu juga memengaruhi bayi. Bayi lebih mudah tenang saat saya juga tenang.
Mungkin Anda juga pernah merasa bersalah saat ambil jeda.
Tapi, me time bukan kemewahan. Itu kebutuhan.
Ibu yang bahagia = bayi yang bahagia.
Diri sendiri juga perlu dirawat karena Anda juga layak dicintai oleh diri sendiri.
Tantangan Me Time bagi Ibu Menyusui
Saya masih ingat betul masa-masa awal menyusui, di mana rasanya saya hanya jadi “sumber ASI berjalan.”
Bayi saya menyusu tiap dua jam, kadang lebih sering kalau lagi growth spurt.
Artinya? Waktu tidur saya hancur, waktu makan tergesa-gesa, dan waktu untuk diri sendiri nyaris nggak ada.
Bahkan mandi pun sering saya skip. Saat itu saya merasa lelah… tapi juga merasa bersalah kalau ambil waktu buat diri sendiri.
Itu salah satu tantangan terbesar, rasa bersalah.
Rasanya kayak pengkhianatan saat saya bilang ke suami, “Tolong jagain bentar, saya mau tidur 15 menit.”
Padahal itu wajar dan perlu, tapi hati malah ribut sendiri: “Kalau nanti bayi nangis dan saya nggak ada gimana?”
Atau, “Masa saya istirahat sementara suami juga capek?”
Dan akhirnya ya begitu, me time pun dibatalkan, lagi dan lagi.
Tantangan lain yang nggak kalah berat adalah minimnya dukungan dari sekitar.
Kadang orang tua atau mertua bilang, “Namanya juga jadi ibu, ya harus tahan capek.”
Atau teman sendiri bilang, “Kan di rumah aja, masih sempat lah santai.”
Padahal kenyataannya, rumah bisa jadi tempat paling sibuk, apalagi kalau sambil urus bayi.
Waktu istirahat juga jadi isu besar. Bukan cuma soal jadwal menyusui yang padat, tapi juga waktu yang selalu terbagi.
Baru duduk sebentar, eh, bayi pup. Baru mau nyicil tidur, ada cucian menumpuk.
Akhirnya, istirahat jadi hal mewah. Dan kadang saya bahkan lupa kapan terakhir kali duduk diam tanpa harus sambil melakukan sesuatu.
Jadi wajar kalau me time terasa sulit banget bagi ibu menyusui.
Tapi menyadari tantangan ini adalah langkah pertama buat cari solusinya.
Me Time Itu Nggak Harus Lama atau Mahal
Satu hal penting yang harus dipahami ibu menyusui: me time itu bukan soal durasi atau harga, tapi kualitasnya.
Me time itu tidak harus ke salon, staycation, atau ngopi di luar rumah.
Ternyata, 15 menit di kamar mandi tanpa gangguan juga bisa terasa kayak liburan kalau kita benar-benar menikmatinya.
Serius, pernah suatu hari saya cuma ambil waktu 10 menit buat duduk di pojokan kamar, pasang earphone, dan dengar lagu-lagu tahun 2000-an.
Nggak mewah, nggak estetik. Tapi rasanya kayak reset tombol kepala saya.
Bayi tetap aman dijagain suami, dan saya kembali dengan energi yang jauh lebih segar.
Yang penting bukan lamanya waktu, tapi apa yang kita lakukan dalam waktu itu.
Kadang saya juga baca dua halaman buku favorit atau maskeran pakai sheet mask yang sudah setahun nangkring di kulkas.
Atau sekadar bikin kopi yang enak, duduk di pojok rumah yang sepi, dan tarik napas panjang-panjang.
Dan ya, me time itu bisa banget dilakukan dari rumah.
Nggak perlu drama keluar rumah sambil mikirin bayi nangis atau ASIP cukup atau nggaknya.
Saya pernah nyempetin journaling lima menit di atas kasur sambil menyusui. Hasilnya? Tetap merasa “diperdulikan” oleh diri sendiri.
Tapi ini bagian yang agak susah: hilangkan ekspektasi perfeksionis.
Saya sempat punya bayangan kalau me time harus tenang, ideal, tanpa gangguan.
Tapi nyatanya, kadang bayi tetap rewel, kadang waktu cuma sempit.
Yang penting tetap dilakukan. Jangan tunggu sempurna baru mulai.
Karena kalau nunggu waktu ideal, me time bisa-bisa nggak pernah kejadian.
Jadi, kalau Anda cuma punya 10 atau 15 menit? Ambil aja.
Lakukan sesuatu yang bikin senang. Karena secuil ketenangan itu bisa jadi penyelamat hari Anda.
7 Ide Me Time Ringan untuk Ibu Menyusui
Kalau ada yang bilang me time itu harus fancy, saya akan jawab: nggak sama sekali.
Buat ibu menyusui, me time justru harus praktis dan bisa diselipkan di tengah jadwal yang nggak karuan.
Di bawah ini disajikan 7 ide me time yang ringan tapi punya efek luar biasa buat jaga kewarasan.
Semuanya sudah saya coba, dan ya, hasilnya bikin hidup terasa sedikit lebih punya kendali.
1. Mandi Air Hangat dengan Aromaterapi
Ini adalah bentuk me time favorit saya.
Waktu bayi tidur dan rumah agak tenang, saya isi ember kecil dengan air hangat dan teteskan beberapa essential oil, biasanya lavender atau eucalyptus.
Efeknya langsung terasa, tegang di pundak pelan-pelan mereda, napas lebih panjang, dan kepala rasanya lebih enteng.
Kadang cuma 10 menit, tapi rasanya kayak spa pribadi.
2. Nonton Serial Pendek di HP Pakai Earphone
Waktu istirahat itu langka, jadi saya pilih tontonan yang ringan dan pendek.
Biasanya saya cari webseries atau sitcom dengan durasi 10–15 menit.
Pakai earphone supaya tetap bisa dengar meski volume kecil.
Jangan remehkan efek tertawa kecil sambil nonton, mood bisa naik seketika.
3. Maskeran Sambil Pumping atau Setelah Menyusui
Ini multitasking yang menyenangkan.
Saat pumping, saya pakai sheet mask dingin dari kulkas atau clay mask favorit.
Rasanya kayak bilang ke diri sendiri, “Kamu juga penting, lho.”
Kulit jadi segar, hati juga ikut bahagia.
Me time sambil produktif? Yes, please!
4. Menulis Jurnal atau Curhat di Notes HP
Kadang saya merasa kepala penuh tapi nggak tahu mau ngomong ke siapa.
Menulis jadi pelarian paling aman.
Saya tulis semuanya di HP, perasaan, uneg-uneg, bahkan hal-hal receh kayak “hari ini berhasil makan siang tanpa diganggu bayi.”
Ini bukan soal estetika journaling, tapi tentang membebaskan emosi yang numpuk.
5. Ngopi atau Teh Hangat Sambil Duduk Santai di Balkon
Satu cangkir kopi panas, kursi plastik di teras, dan udara pagi. Itu cukup.
Saya pernah melakukan ini selama 12 menit sebelum bayi bangun, dan sepanjang hari rasanya lebih ringan.
Yang penting, duduk dan nikmati tanpa gangguan.
Nggak pegang HP, nggak cek notifikasi, cuma menikmati momen.
6. Mendengarkan Podcast Inspiratif
Saya punya daftar podcast yang jadi teman setia saat menyusui malam.
Kadang topiknya parenting, kadang motivasi, kadang sekadar cerita lucu.
Tapi semua punya efek positif: saya merasa ditemani, mendapat insight baru, dan yang paling penting, nggak merasa sendirian dalam perjuangan ini.
7. Tidur Siang Singkat Saat Bayi Tidur
Saya tahu, godaan buat beresin kerjaan pas bayi tidur itu besar.
Tapi jujur, power nap 20 menit itu penyelamat jiwa.
Jangan mikir “sayang waktunya cuma sebentar” karena tidur sebentar lebih baik daripada nggak tidur sama sekali.
Saya belajar mengalahkan guilt dan memilih istirahat, karena kalau saya tumbang, semuanya ikut berantakan.
Tips Supaya Me Time Bisa Terlaksana
Punya niat buat me time itu satu hal, tapi bisa benar-benar kejadian? Nah, itu cerita lain.
Dulu saya sering bilang ke diri sendiri, “Nanti deh kalau udah sempat.”
Tapi kenyataannya, kesempatannya nggak pernah datang sendiri.
Kalau me time nggak dijadwalkan dan dikomunikasikan, ya akan terus ketunda.
Pertama-tama, komunikasi itu kunci.
Saya mulai terbuka ke suami, bilang, “Saya butuh waktu sebentar buat istirahat. Bukan karena nggak mau jaga bayi, tapi supaya saya bisa lebih waras.”
Awalnya saya sempat takut dikira lebay, tapi ternyata… dia malah senang saya ngomong terus terang.
Kadang keluarga kita nggak tahu kalau kita butuh bantuan, karena kita juga jarang ngomong.
Lalu saya mulai menjadwalkan me time kayak agenda penting.
Misalnya, setiap hari jam 10 pagi atau setelah bayi tidur malam, saya ambil 15–30 menit buat diri sendiri.
Mau itu mandi lama, journaling, atau cuma duduk diam, yang penting dilakukan.
Kalau ditunda terus, bakal kalah sama cucian, piring kotor, atau scroll medsos yang nggak terasa sejam.
Tips lain yang menurut saya cukup efektif: jangan tunggu sampai burnout.
Saya pernah nunggu sampai nangis dulu baru minta waktu istirahat.
Jangan ulangi kesalahan saya. Sekarang saya usahakan rutin, walau cuma beberapa menit per hari.
Me time itu kayak vitamin, nggak harus banyak, tapi rutin supaya efeknya terasa.
Dan terakhir, pakai timer. Ini sepele tapi membantu banget.
Saat saya tahu me time saya cuma 20 menit, saya jadi lebih fokus dan nggak khawatir ninggalin bayi terlalu lama.
Timer juga bantu saya berhenti kalau sudah waktunya, jadi nggak merasa bersalah karena “kelamaan santai.”
Intinya, jangan nunggu waktu luang datang dengan sendirinya, ciptakan waktu itu.
Me Time Bukan Egois, Tapi Perlu
Ada satu kalimat yang dulu sering saya bisikkan ke diri sendiri waktu mulai merasa bersalah mau ambil waktu istirahat: “Saya bukan robot.”
Kedengarannya sederhana, tapi waktu itu saya benar-benar harus meyakinkan diri bahwa saya berhak berhenti sejenak.
Jadi ibu, apalagi ibu menyusui, memang peran yang mulia.
Tapi tetap saja, kita manusia biasa. Kita capek, kita bisa stres, dan kita juga punya kebutuhan pribadi yang nggak bisa diabaikan terus.
Saya pernah mengalami fase di mana saya merasa harus jadi “supermom”, selalu ada buat bayi, rumah selalu rapi, semua urusan beres.
Tapi nyatanya, saya malah cepat marah, gampang sedih, dan kehilangan semangat.
Dari situ saya memahami, me time itu bukan egois, tapi investasi.
Investasi buat menjaga agar saya tetap waras, tetap bisa senyum tulus ke anak, dan tetap punya energi buat menghadapi hari esok.
Anak memang butuh kasih sayang kita. Tapi jangan lupa, anak juga butuh ibu yang sehat jiwanya, bukan cuma badannya.
Seorang ibu yang tersenyum dengan hati yang damai akan jauh lebih berdampak dibanding ibu yang selalu hadir secara fisik, tapi hatinya remuk karena terlalu lelah.
Me time, sekecil apa pun, bisa jadi ruang napas yang sangat berarti.
Sayangnya, masih banyak lingkungan yang menganggap kalau ibu minta waktu sendiri, itu artinya kurang bersyukur atau nggak ikhlas.
Saya sering dengar komentar seperti, “Kan itu tanggung jawabmu,” atau “Baru juga punya satu anak, udah ngeluh.”
Awalnya saya diam saja. Tapi lama-lama saya sadar, kita perlu menormalisasi me time di sekitar kita.
Lewat obrolan santai, curhat jujur, atau berbagi pengalaman, saya mulai pelan-pelan buka perspektif orang sekitar.
Dan ternyata, banyak ibu lain juga merasa hal yang sama, cuma belum berani ngomong.
Jadi kalau Anda merasa butuh waktu untuk diri sendiri, ambillah. Itu bukan dosa. Itu kebutuhan.
Me time bukan bentuk pelarian, tapi bentuk perawatan.
Merawat diri sendiri bukan berarti berhenti mencintai anak, justru karena mencintai anaklah, kita perlu mencintai diri sendiri dulu.[]