“Merawat bayi baru lahir itu penting, tapi jangan lupa merawat diri sendiri juga!”
Setelah melahirkan, tubuh dan pikiran ibu mengalami banyak perubahan. Mulai dari luka persalinan, perubahan hormon, hingga kelelahan karena begadang setiap malam.
Bahkan, menurut WHO, perawatan pascamelahirkan yang baik sangat krusial untuk mencegah komplikasi dan mempercepat pemulihan ibu.
Artikel ini dirancang khusus untuk ibu baru yang mungkin lagi kewalahan, bingung harus mulai dari mana, dan merasa nggak punya waktu buat diri sendiri.
Perubahan Tubuh Setelah Melahirkan
Kalau ada satu hal yang nggak cukup sering dibicarakan saat kelas-kelas persiapan melahirkan, itu adalah… betapa gila-gilaan perubahan tubuh setelah lahiran. 😅
Jangan berpikir setelah bayi keluar ya sudah, tinggal rawat bayi.
Kenyataannya, tubuh ini juga seperti baru selesai ikut lomba marathon sambil naik roller coaster, dari kepala sampai kaki!
Yang paling bikin saya kaget waktu itu adalah luka jahitan di area perineum.
Saya melahirkan normal dan sempat dijahit sedikit, tapi pas duduk itu rasanya kayak dihukum duduk di atas batu tajam.
Perih banget! Saya sempat salah pakai sabun biasa untuk membersihkan luka, dan itu malah bikin makin perih.
Akhirnya saya beralih pakai air rebusan daun sirih dingin untuk cebok, 3–4 kali sehari.
Menjaga area tersebut tetap kering itu kunci banget.
Saya juga sering ganti celana dalam dan pakai pembalut khusus nifas yang bahannya adem.
Kalau Anda melahirkan lewat operasi caesar, beberapa teman saya cerita mereka rutin kompres luka jahitan pakai air hangat dan oles salep sesuai resep dokter.
Yang penting jangan angkat beban berat dulu, itu bisa menarik lukanya dan bikin nyeri lagi.
Perubahan hormon juga cukup bikin emosional.
Tiba-tiba saja saya bisa nangis gara-gara nonton iklan sabun bayi, atau jadi kesal karena suami ngunyah terlalu keras. 😅
Itu wajar, karena kadar hormon estrogen dan progesteron langsung turun drastis setelah persalinan.
Tapi tetap penting untuk mengenali apakah itu masih baby blues biasa atau sudah mengarah ke depresi postpartum.
Rambut rontok? Wah, jangan kaget kalau tiba-tiba banyak helai rambut bertebaran di bantal dan kamar mandi.
Paling parah biasanya saat bayi berumur sekitar 3 bulan. Saya sampai panik, takut botak.
Tapi ternyata itu normal karena perubahan hormon.
Saya bantu pakai tonik rambut dari bahan alami dan sisir rambut pakai sisir bergigi jarang.
Jangan mengikat rambut terlalu kencang karena akan memperparah kerontokan.
Kulit saya juga ikut berubah. Muncul jerawat kecil di dagu dan punggung, seperti balik ke masa puber.
Kulit juga jadi kering. Saya nggak pakai skincare ribet, cukup sabun wajah lembut, pelembap ringan, dan sunscreen.
Dan yang paling bikin saya belajar sabar: berat badan dan bentuk tubuh.
Turun, sih… tapi pelan banget. Perut masih membuncit, paha masih “berisi.”
Tapi saya nggak terlalu maksa. Butuh waktu hampir 6 bulan sampai saya bisa pakai celana jeans lama lagi.
Itu pun karena saya rutin jalan kaki sore sambil dorong stroller dan mulai pilih-pilih makanan.
Intinya, perubahan tubuh setelah melahirkan itu banyak dan nyata.
Tapi semuanya bisa dilalui, asal Anda sabar dan sayang sama diri sendiri.
Tubuh baru saja melahirkan manusia kecil yang luar biasa.
Jadi jangan terlalu keras pada diri sendiri ya, Bu. 💕
Tips Perawatan Fisik Pasca Melahirkan
Bisa istirahat dengan nyaman setelah melahirkan itu rasanya kayak khayalan di siang bolong.
Semua orang bilang, “Ibu harus banyak istirahat ya!” Tapi kenyataannya?
Bayi bangun tiap 2–3 jam, badan masih remuk, dan kadang baru sempat duduk aja udah harus berdiri lagi buat nyusuin. 😩
Tapi meski susah, saya belajar satu hal penting: istirahat itu bukan soal tidur lama, tapi soal mencuri waktu kapan pun bisa.
Misalnya, tidur saat bayi tidur (walau kadang godaan main HP lebih besar), atau rebahan 15 menit sambil napas panjang-panjang.
Lumayan banget bantu tubuh pulih.
Soal makanan juga nggak bisa asal kenyang aja.
Tubuh yang habis melahirkan itu butuh makanan bergizi, bukan cuma buat tenaga, tapi juga buat produksi ASI dan penyembuhan luka.
Saya biasakan makan lauk hewani tinggi protein (kayak telur, ayam kampung, atau ikan), tambah sayur, dan camilan sehat kayak kacang rebus atau kurma.
Minum juga nggak boleh diremehkan. Saya bawa botol air ke mana-mana, terutama saat menyusui.
Rasanya haus terus. Kadang saya tambahkan infused water atau air rebusan jahe dan daun katuk buat bantu ASI.
Tapi tetap ya, pastikan semua herbal yang dikonsumsi aman buat ibu menyusui. Kalau ragu, lebih baik tanya ke bidan atau dokter laktasi.
Nah, buat yang udah mulai pengin gerak-gerak, senam nifas bisa jadi alternatif yang baik.
Gerakannya simpel banget: tarik napas dalam, kontraksi perut, atau gerakan panggul perlahan.
Saya mulai dari 3–5 menit sehari. Bukan buat cepat langsing ya, tapi buat bantu rahim balik ke ukuran semula dan peredaran darah lancar.
Kapan mulai olahraga beneran? Saya pribadi baru berani mulai jalan cepat saat bayi umur 6 minggu, setelah dapat izin dari bidan.
Kalau habis operasi caesar, biasanya butuh waktu lebih lama, sekitar 8 minggu.
Kuncinya: dengarkan tubuh Anda sendiri. Kalau masih nyeri atau mudah lelah, jangan dipaksa.
Perawatan fisik setelah lahiran itu nggak harus mewah.
Kadang cuma mandi air hangat 10 menit tanpa gangguan aja udah terasa seperti spa.
Yang penting, jangan abaikan kebutuhan tubuh sendiri.
Ibu sehat, bayi pun ikut bahagia.
Perawatan Emosional dan Mental Ibu Baru
Bagian tersulit setelah melahirkan buat saya bukan rasa nyeri di tubuh… tapi perang di dalam kepala sendiri.
Saya pikir saya kuat. Saya udah baca buku parenting, ikut kelas laktasi, dan siap begadang.
Tapi beberapa hari setelah pulang dari rumah sakit, saya mulai merasa kosong. Sedih tanpa alasan.
Nangis sendiri malam-malam. Merasa jadi ibu yang buruk cuma karena bingung gendong bayi yang terus nangis.
Itulah yang disebut baby blues. Dan ternyata, hampir 70–80% ibu baru mengalaminya di minggu pertama pasca melahirkan.
Penyebab utamanya adalah lonjakan hormon, kelelahan, kurang tidur, dan tekanan mental. Biasanya akan hilang dalam 2 minggu.
Tapi kalau perasaan sedih itu terus berlangsung lebih dari 2 minggu, disertai rasa bersalah yang intens, kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu disukai, atau bahkan pikiran negatif terhadap diri sendiri atau bayi… hati-hati, itu bisa jadi postpartum depression.
Dan itu bukan karena Anda lemah. Itu kondisi medis yang perlu ditangani.
Saya pernah merasa “aneh” saat saya ngerasa ingin kabur sejenak dari rumah.
Tapi akhirnya saya belajar untuk mengelola stres secara bertahap.
Beberapa hal yang sangat membantu saya:
- Journaling. Saya tulis semua perasaan saya, bahkan yang terdengar buruk sekalipun. Rasanya seperti membuang sampah dari pikiran.
- Me-time singkat. 10 menit mandi pakai air hangat dan musik lembut. Atau makan cokelat favorit sambil nonton YouTube 1 episode. Sederhana, tapi mengangkat mood.
- Tarik napas panjang saat mulai panik. Saya belajar teknik pernapasan 4-7-8. Empat detik tarik napas, tahan tujuh detik, buang delapan detik. Bantu banget waktu panik tengah malam karena bayi rewel.
Tapi kalau semua itu tidak cukup, jangan ragu cari bantuan profesional.
Saya sempat konsultasi online dengan psikolog laktasi. Rasanya plong setelah didengarkan tanpa dihakimi.
Jangan takut dicap “gila.” Ibu yang sadar pentingnya kesehatan mental justru luar biasa kuat.
Dan tentu saja, dukungan dari pasangan dan keluarga sangat berarti.
Saya ajak suami untuk diskusi terbuka. Saya bilang langsung, “Saya nggak butuh solusi, saya cuma mau didengarkan.”
Kadang cuma pelukan dan kalimat “Kamu sudah hebat” bisa mengubah hari.
Orangtua dan mertua juga saya ajak kerja sama. Tapi saya belajar juga buat tegas soal batasan.
Bukan berarti nggak hormat, tapi karena saya butuh ruang untuk jadi ibu dengan versi saya sendiri.
Perawatan mental pasca melahirkan bukan kemewahan. Itu kebutuhan. Dan Anda berhak mendapatkannya. ❤️
Perawatan Diri di Rumah Tanpa Ribet
Setelah jadi ibu, satu hal kecil yang dulu terlihat biasa saja tapi sekarang jadi mewah adalah bisa mandi tenang tanpa diganggu. 😅
Dulu bisa maskeran, luluran, atau pakai skincare lengkap 7 langkah.
Sekarang? Bisa cuci muka dan pakai pelembap aja udah syukur banget.
Tapi ternyata, perawatan diri nggak harus ribet kok. Saya mulai dari yang simpel dan realistis.
Untuk wajah, saya pakai sabun cuci muka lembut, pelembap ringan, dan sunscreen. Udah.
Nggak pakai toner 3 lapis, nggak pakai serum macem-macem. Yang penting kulit bersih, lembap, dan nggak iritasi.
Buat tubuh, saya suka pakai body lotion yang cepat menyerap dan nggak lengket.
Saya pilih yang aromanya lembut dan aman buat ibu menyusui.
Beberapa produk punya label “fragrance-free” atau “natural essential oils only”, itu membantu banget supaya bayi nggak rewel karena sensitif aroma.
Nah, ngomong-ngomong soal aroma… aromaterapi itu game changer buat saya.
Saya punya diffuser kecil di kamar. Malam hari, saya teteskan lavender atau chamomile essential oil.
Kadang juga peppermint buat nyegerin saat siang.
Efeknya bikin rileks dan bantu banget buat tidur lebih nyenyak (meski tetap bangun tiap 3 jam, ya 😅).
Ritual mandi juga saya ubah jadi momen “me time kilat”.
Saya simpan sabun mandi favorit di rak khusus, wangi eucalyptus yang segar banget.
Air hangat, 10 menit saja, tapi rasanya kayak reset tombol stres.
Kadang saya juga pakai scrub lembut seminggu sekali, cuma butuh 3 menit tapi efeknya bikin kulit lebih lembut dan mood jadi naik.
Untuk produk perawatan, saya selalu cek label: aman untuk ibu menyusui, bebas alkohol keras, tanpa paraben atau pewangi berlebihan.
Saya juga lebih suka produk lokal yang terdaftar di BPOM. Harganya ramah, dan nggak kalah kualitasnya.
Lalu, saya punya beberapa ide self-care harian yang benar-benar bisa dilakukan di rumah, bahkan sambil momong bayi:
- Minum kopi atau teh favorit sambil duduk di dekat jendela
- Pakai sheet mask sambil menyusui (serius, bisa banget!)
- Pijat kaki ringan pakai minyak zaitun sebelum tidur
- Dengerin podcast yang lucu atau inspiratif pas bayi tidur
- Ganti piyama ke baju “rumahan cantik” supaya mood naik
Perawatan diri setelah melahirkan bukan soal tampil sempurna, tapi soal menjaga kewarasan dan kenyamanan diri.
Anda tetap layak merasa cantik, nyaman, dan disayangi, terutama oleh diri sendiri.
Karena ibu yang merawat dirinya, akan lebih kuat untuk merawat bayinya melalui masa golden age dan seterusnya. 💜
Peran Pasangan dan Keluarga dalam Merawat Ibu
Setelah melahirkan, yang saya butuhkan bukan sekadar ucapan “selamat ya jadi ibu,” tapi support nyata, secara fisik dan emosional.
Capeknya luar biasa, belum lagi emosi yang naik turun kayak roller coaster.
Dan di tengah itu semua, satu hal yang paling bikin saya kuat: dukungan dari pasangan dan keluarga.
Banyak orang fokus ke bayi, padahal ibu juga butuh diperhatikan.
Dalam hal ini, peran pasangan sangat penting.
Waktu saya bilang ke suami, “Saya capek,” dia awalnya jawab, “Namanya juga punya bayi.”
Tapi setelah saya breakdown sambil nangis di dapur, dia mulai belajar.
Bukan hanya ikut gendong bayi, tapi juga bilang, “Makasih ya, kamu hebat.”
Kalimat sesederhana itu bisa bikin saya merasa nggak sendirian.
Bentuk bantuan nggak harus besar. Kadang cukup dia buatin saya teh hangat sambil saya menyusui atau bangun malam gantian pas bayi rewel.
Itu hal kecil yang besar banget efeknya buat perasaan seorang ibu baru.
Lalu, soal pembagian tugas rumah tangga juga penting banget.
Dulu saya pikir harus bisa kerjain semua, tapi itu cuma bikin saya burn out.
Kami mulai diskusi: siapa yang cuci baju, siapa yang masak, siapa yang buang sampah.
Kami bahkan bikin list kecil di kulkas biar nggak lupa. Tugas bukan soal siapa bantu siapa, tapi soal kerja bareng.
Nah, soal keluarga besar, ini agak tricky. Saya sempat ngerasa orang tua dan mertua malah bikin stres.
Banyak nasihat yang nggak diminta, atau ikut campur sampai saya ngerasa “gagal” jadi ibu.
Tapi ternyata, mereka bisa jadi support system juga, asal ada komunikasi dan batas yang jelas.
Saya mulai ajak mereka ngobrol baik-baik, misalnya, “Saya senang dibantu, tapi kalau soal pola tidur bayi, saya ikuti saran dokter ya.”
Lama-lama mereka paham. Bahkan ibu saya jadi senang bantu masak dan nemenin cucunya sebentar biar saya bisa mandi tenang.
Intinya, komunikasi terbuka dengan pasangan dan keluarga adalah kunci.
Jangan simpan semuanya sendiri. Kalau Anda lelah, bilang. Kalau Anda butuh istirahat, minta.
Nggak berarti Anda lemah, tapi justru menunjukkan Anda tahu cara menjaga diri.
Karena ketika ibu didukung, dia bisa jadi versi terbaik dari dirinya, untuk bayinya, untuk pasangannya, dan terutama… untuk dirinya sendiri. ❤️